BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
pembahasan ini penyusun akan mengangkat masalah Free Sex. Melihat dari
perkembangan zaman sekarang ini, pergaulan terasa semakin bebas, bahkan terlalu
bebas. Sehingga banyak remaja yang menyalahgunakan kebebasan itu sendiri.
Banyak yang bilang masa remaja adalah masa yang paling indah untuk berpacaran.
Tapi terkadang keindahan itu banyak yang di salah gunakan, pacaran banyak yang
berakhir dengan bunuh diri, Free Sex dan kekerasan. Penyebab dari akhir pacaran
seperti yang diatas, contohnya seperti remaja yang tidak mempedulikan dan
menuruti perkataan serta nasihat dari orangtua, dan tidak jarang juga orang tua
yang terlalu memberikan kebebasan kepada anak-nya sendiri. Yang namanya pacaran
pasti ada dampaknya pada kehidupan kita entah itu positif atau negative
tergantung pada kita yang menjalaninya. Hal ini sangat berpengaruh pada remaja
yang mana cara berpacaran para remaja sangatlah antusias dalam melakukan seks
bebas. Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat
mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang
mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk
tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual,
misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja
untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang
mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa
kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah,
rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang
dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular,
gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan
serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan
seksual remaja pranikah.
Dengan terus berkembangnya
teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan
oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis
akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya,
karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang
disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang
tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin
beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula
sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka
akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila
anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar,
tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan
secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan
teman sendiri.
Hal-hal yang merugikan dari perilaku
terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran
bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial
yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang
salah yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks
bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah
maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan
yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku seks bebas.
1.2 Ungkapan masalahan
1.
Apa Pengertian Nilai dan Moral?
2.
Apa Definisi Free Seks dan Globalisasi?
3.
Apa
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Free Seks?
4.
Apa
Faktor-faktor penyebab runtuhnya nilai moralitas remaja?
5.
Bagaimana
Cara untuk memperbaiki moral remaja?
1.3 Tujuan
Ingin
memberitahukan bahaya tentang pergaulan bebas, supaya masyarakat Indonesia
mengetahui akibat dari pergaulan bebas itu. Dan menghindarinya supaya tidak
terjerumus ke dalam pergaulan bebas tersebut, oleh karena itu penulis
mengangkat masalah yang berkenaan dengan free sex, dengan tujuan memberitahukan
bahwa remaja adalah generasi bangsa yang mengerti akan nporma-norma kehidupan.
BAB II
PERMASALAHAN
Masa
remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju ketahap dewasa, dimana pada
masa ini remaja memiliki rasa ingin mengetahui sesuatu hal dengan coba-coba hal
yang baru. Remaja sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi
yang strategis. Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundurnya
bangsa dan Negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah
Negara, tetapi kalau mereka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah Negara.
Sudut pandang psikologi para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi
yang bisa dikembangkan secara maksimal. Potensi mereka yang prospektif,
dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotism dan idealism harus dikembangkan
melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana dan terprogram. Remaja sebagai
generasi penerus juga memiliki kemampuan potensial yang bisa diolah menjadi
kemampuan actual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan intelektual,emosi
dan sosial, berbahasa, dan keserdasan seni yang bisa diolah menjadi kecerdasan
aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi dan kesuksesan.
Era globalisasi pada saat sekarang ini pertemanan,
pergaulan sangat membawa pengaruh yang cukup tinggi terhadap remaja. Hal ini terjadi disebabkan karena Generasi remaja sekarang dihadapkan kepada
problem- problem besar kehidupan dari akibat pola perteman, persahabatan dan
pergaulanya dan kemajuan tekhnologi bahkan cenderungnya mengarahkan mereka pada
pola kehidupan yang selalu berupaya menghindari kesukaran, mencari, dan
memproduksi kemudahan-kemudahan dengan tawaran pemusatan hasrat, keinginan dan
nafsu. Adapun remaja melakukan hubungan
sex bebas yang menyebabkan banyak remaja yang hamil diluar nikah:
1. Bagaimana
kondisi masyarakat Indonesia tentang pergaulan bebas pada zaman globalsasi?
2. Apa
Faktor-faktor yang mendorong remaja melakukan sex diluar nikah?
3. Apa Dampak
dari pergaulan bebas?
2.1 Kondisi Masyarakat
Indonesia
Kondisi masyarakat Indonesia saat ini dalam keadaan
anomie, yaitu system sosial dimana tidak ada petunjuk atau pedoman. Tingkah
laku kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan yang biasa berlaku tiba-tiba tidak
berlaku lagi. Akibatnya terjadi individualisme, dimana individu-individu
bertindak hanya menurut kepentingannya masing-masing dan tidak memperhatikan
norma-norma. Keadaan anomie ini tentu hanya berlaku terhadap anggota masyarakat
dewasa, melainkan juga terhadap genarasi muda. Salah satu bukti tentang adanya
kondisi anomie dikalangan generasi muda adalah dalam segi kehidupan seksual,
yaitu terjadinya pergaulan bebas.
Norma-norma masyarakat dan norma-norma agama
seharusnya mampu mempengaruhi prilaku seorang sehingga menjadi filter terhadap
terjadinya prilaku-prilaku negative, termasuk prilaku seks bebas namun dalam
realitasnya teknologi komunikasi dan globalisasi telah menyebabkan masuknya
bermacam-macam norma dan nilai-nilai baru yang berasal dari budaya luar. Dengan
kata lain norma masyarakat dan norma agama kita telah tergeser oleh norma dan
nilai-nilai baru dari budaya luar yang memicu terjadinya prilaku seks bebas. Ada beberapa sebab yang dapat dijadikan alasan merebaknya "wabah
mengerikan" ini, di antaranya adalah:
1. Pengaruh Negatif Media Massa
Media masssa seperti televisi,
film, surat kabar, majalah dan sebagainya belakangan semakin banyak memasang
dan mempertontonkan gambar-gambar seronok dan adegan seks serta kehidupan yang glamour yang jauh
dari nilai-nilai agama. Hal ini diperparah lagi dengan berkembangnya tehnologi
internet yang menembus batas-batas negara dan waktu yang memungkinkan kawula
muda mengakses hal-hal yang bisa meningkatkan nafsu seks. Informasi tentang
seks yang salah turut memperkeruh suasana. Akibatnya remaja cenderung ingin
mencoba dan akhirnya terjerumus kepada sex bebas (free sex).
2. Lemahnya Keimanan
Hampir semua, bila tidak mau
dikatakan semua, perilaku seks bebas, tahu akan beban dosa yang mereka terima. Tapi entah kenapa,
bagi mereka hal itu 'dibelakangkan' dan menjadikan nafsu sebagai pemimpin. Ini menunjukkan lemahnya rasa keimanan
mereka.
3. Tidak adanya pendidikan sex yang benar, tepat
dan dilandasi nilai-nilai agama.
4. Lemahnya pengawasan orang tua.
5. Salah dalam memilih teman.
2.2 Faktor Yang Mendorong Remaja Melakukan Seks Diluar Nikah/ Seks Bebas
Faktor-faktor yang mendorong remaja melakukan hubungan
seks di luar nikah, adalah:
·
Karena
mispersepsi terhadap makna pacaran yang menganggap bahwa hubungan seks adalah
bentuk penyaluran kasih sayang.
·
Karena
kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai
dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama
dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun.
·
Masa remaja
terjadi kematangan biologis. Seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi
sebagaimana layaknya orang dewasa sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja
secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah
terpengaruhi oleh stimuli yang merangsang gairah seksualnya, misalnya dengan
melihat Film porno, cerita cabul, dan gambar-gambar erotis. Kematangan biologis
yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri cenderung berakibat
negatif, yakni terjadi hubungan seksual pranikah dimasa pacaran. Sebaliknya
kematangan biologis yang disertai dengan kemampuan mengendalikan diri akan
membawa kebahagian remaja dimasa depannya sebab ia tidak akan melakukan
hubungan seksual pranikah.
·
Kurangnya kasih sayang orang tua, kurangnya
pengawasan dari orang tua dan pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.
·
Peran dari
perkembangan Iptek yang berdampak negative, tidak adanya bimbingan
kepribadian dari sekolah.
·
Dasar-dasar
agama yang kurang.
·
Tidak adanya
media penyalur bakat dan hobinya.
·
Kebebasan
yang berlebihan, masalah yang dipendam.
· Pola
kolektivitas (paguyuban) dalam masyarakat yang semakin mengerut akibat proses
modernisasi dan globalisasi.
2.3. Dampak dari Bahayanya Pergaulan Bebas
Free Sex-nya sementara dari landasan teori yang
menjelaskan bahwa salah satu penyebab perilaku Free Sex adalah karena
mispersepsi terhadap pacaran sehingga dari situ menunjukan suatu perbedaan
antara landasan pemahaman. Hal ini dapat terjadi karena pertama, secara teori
seringkali diungkapkan bahwa sikap merupakan predisposisi (penentu) yang
memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh, diawali
dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai suatu hal yang baik (positif)
maupun tidak baik (negatif) kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya. Dari
apa yang diketahui tersebut akan mempengaruhi pada perilakunya kalau apa yang
dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku
sesuai dengan persepsinya. Kalau seseorang mempersepsikan secara negative, maka
Ia pun cenderung melakukan kesalahan.
Namun sering kali dalam kehidupan realitasnya,
banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya
lingkungan sosial, situasi atau kesempatan mungkin seseorang memiliki sikap
positif terhadap sesuatu hal, tetapi dalam kenyataannya perilakunya tidak
sesuai atau bertentangan dengan sikap tersebut, sementara remaja di Indonesia
mempunyai pemahaman dan penilaian tersendiri mengenai pacaran, menunjukkan
bahwa pacaran itu identik dengan konotasi negative yang lebih mengangap bahwa
pacaran itu identik dengan perilaku yang tidak bisa terlepas dari aktifitas
yang mengarah pada free sex. Faktor religiusitas berpengaruh negative terhadap
perilaku free sex seseorang, semakin tinggi religiusitas seseorang maka makin
rendah perilaku free sex-nya dan sebaliknya semakin rendah religiusitas
seseorang maka akan semakin tinggi perilaku free sex-nya. Dari situ menunjukkan
bahwa pemahaman dan pengamalan nilai-nilai serta ajaran-ajaran agama yang sudah
terinternalisasi dalam kehidupan remaja ternyata berkolerasi signifikan dengan
perilaku free sex. Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu
system nilai yang memuat norma tertentu dan secara umum menjadi kerangka acuan
dalam bersikap dan berprilaku agar sejalan dengan keyakinan agama yang
dianutnya.
Pengaruh sistem nilai dalam agama, nilai pribadi
dirasakan oleh individu sebagai prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam
realitanya memiliki pengaruh mengatur pola perilaku, pola berpikir dan pola
bersikap. Ketika religiusitas seseorang baik maka Ia akan mempunyai keimanan
dan ketakwaan yang kuat pula dalam mengendalikan keinginan-keinginan yang
bertentangan dengan norma-norma agama. Dengan religiusitas yang baku, remaja
mempunyai pengendali, sehingga tindakan yang dilakukannya selalu mengacu kepada
ajaran-ajaran agama yang pernah diteriman. Dampak dari sex bebas (free sex),
khususnya pada remaja dapat dibagi menjadi beberapa:
1. Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang dapat terjadi
adalah terkena penyakit kelamin (Penyakit Menular Sexual/ PMS) dan HIV/AIDS serta bahaya kehamilan dini yang
tak dikehendaki. PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang
kepada orang lain melalui hubungan seksual.
Seseorang berisiko tinggi terkena
PMS bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. Bila tidak
diobati dengan benar, penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan
reproduksi, seperti terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir
bahkan kematian. Penyakit klamin yang dapat terjadi adalah kencing nanah
(Gonorrhoe), raja singa (Sifilis), herpes genitalis, limfogranuloma venereum
(LGV), kandidiasis, trikomonas vaginalis, kutil kelamin dan sebagainya. Karena
bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar tubuh, gejala PMS lebih
mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda PMS
pada laki-laki antara lain:
·
berupa bintil-bintil berisi cairan,
·
lecet atau borok pada penis/alat kelamin,
·
luka tidak
sakit; keras dan berwarna merah pada alat kelamin,
·
adanya kutil
atau tumbuh daging seperti jengger ayam,
·
rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin,
·
rasa sakit yang hebat pada saat kencing,
·
kencing nanah atau darah yang berbau busuk,
·
bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi
borok.
Pada perempuan sebagian besar
tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Jika ada
gejala, biasanya berupa antara lain:
·
rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual,
·
rasa nyeri
pada perut bagian bawah,
·
pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin,
·
keputihan
berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat
kelamin atau sekitarnya,
·
keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal,
·
timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual,
·
bintil-bintil
berisi cairan,
·
lecet atau borok pada alat kelamin.
Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan remaja
kita terjerumus ke dalam prilaku seks bebas adalah kurangnya kasih sayang dan
perhatian dari orang tuanya. Perilaku seks bebas pada remaja saat ini sudah
cukup parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi
perilaku remaja tersebut. Sebagai makhluk yang mempunyai sifat egoisme yang
tinggi maka remaja mempunyai pribadi yang sangat mudah terpengaruh oleh
lingkungan di luar dirinya akibat dari rasa ingin tahu yang sangat tinggi.
Tanpa adanya bimbingan maka remaja dapat melakukan perilaku menyimpang. Untuk
itu, diperlukan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan
komunikasi yang efektif.
2. Penyakit
Penyakit
yang akan timbul akibat melakukan seks bebas yaitu salah satunya adalah
penyakit Hepatitis B. Yang mana di Indonesia sekitar 1 dari 20 orang mengidap
penyakit Hepatitis B. Penyakit ini dipicu oleh banyak hal, antara lain pola
hidup tidak sehat, tidak menggunakan barang yang steril, dan seks bebas.
Penularannya bisa melalui darah, ari-ari janin dan cairan tubuh yaitu air liur
dan sperma. Menurut Dr. Widarjati S. KGEH dari Rumah Sakit Mitra Keluarga,
Jakarta, Hepatitis B adalah radang yang mengenai jaringan hati (hepar).
Seseorang bisa dikatakan terkena hepatitis tergantung pada jenis hepatitis itu
sendiri dan faktor penyebabnya. Bisa disebabkan oleh infeksi virus,
obat-obatan, bahan kimia, reaksi hipersensitivitas, dan bisa juga akibat dari
suatu infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Makna Nilai dan Moral
Moral berasal dari bahasa Latin mores, dari suku kata mosyang artinya adat istiadat,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak. Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai
kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila(Suyitni dalam Soenarjati
1989:25). Dari pengertian itu dikatakan bahwa moral adalah berkenaan dengan
kesusilaan. Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila
bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada. Dalam arti umum moral adalah tindakan yang mempunyai nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena
banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Sebaliknya
jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka Ia
akan dikatakan jelek secara moral.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh, penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam berinteraksi dengan manusia, apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya
dan Agama, moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan,
kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat,
dll.Oleh karena itu moral diartikan secara khusus sebagai kondisi pikiran,
perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan
buruk.
Moral memiliki 3 arti dasar yaitu:
1. Nilai dan
Norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya
2. Kumpulan
asas atau nilai moral.
Seperti: Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu tentang
yang baik atau buruk (Teori Pendidikan
Nilai Moral).
3.2 Arti Free Sex dan Globalisasi
Seks bebas ( Free Sex) merupakan
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditujukan dalam bentuk
tingkah laku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Seks berarti jenis kelamin,
hal yg berhubungan degan alat kelamin, berahi. Sedangkan bebas berarti lepas
sama sekali (tidak terhalang, terganggu, sehingga dapat bergerak, berbicara,
berbuat, dengan leluasa). Jadi seks bebas adalah hubungan seksual yang
dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia
prostitusi.
Globalisasi berarti sebuah proses saling keterhubungan
antar negara dan masyarakat. Ini adalah gambaran bagaimana kejadian dan
kegiatan di satu bagian dunia memiliki akibat signifikan bagi masyarakat dan
komunitas di bagian dunia lainnya. Ini bukan saja soal ekonomi tapi bahkan
meningkatnya saling ketergantungan sosial dan budaya dari desa global yang
meniru dan menggunakan“. Dengan arti yang lain globalisasi adalah merupakan
sebuah kategori luas yang mencakup banyak aspek dan makna. Globalisasi yang di
tandai dengan pesatnya teknologi komunikasi dan transportasi, telah membuat
dunia menjadi semakin kecil dan semakin terkoneksi, yang mengakibatkan
meningkatnya interaksi antar individu, kelompok dari berbagai penjuru dunia.
Dengan demikian interaksi yang telah berlangsung tidak terlepas dari pertukaran
berbagai informasi antara individu, kelompok yang melintasi batas Negara,
sehingga tidak menutup kemungkinan perubahan di beberapa aspek kehidupan terjadi.
Perkembangan barang-barang seperti telefon, televise, dan internet, menunjukkan
bahwa bahwa komunikasi global terjadi sedemikian cepat. Sementara melalui massa
semacam turisme memungkinkan kita merasakan hal dari budaya yang berbeda.
Globalisasi yang membentuk ruang pertumbuhan antara
kultur global dan kultur lokal telah menjadikan proses tarik menarik
antara pencakokan kultur atau imperialisme kultur. Dorongan yang semakin kuat
oleh kekuatan internasional dan di bantu dengan semakin cepatnya informasi
media telah meletakkan imperialisme kultur menjadi lebih dominan sehingga
jangan heran apabila realitas homogenitas menjadi lebih dominan daripada
hiterogenitas, adalah sebuah barang tentu jika hari ini bangsa kita juga
tertular oleh penyakit hidonisme yang merupakan hasil pertautan dalam dunia
global, antara nilai lokal dan nilai yang di bawa dari barat melalui
globalisasi. Bagi bangsa barat budaya hidonisme merupakan suatu kewajaran bagi
manusia karena setiap manusia pasti selalu mendambakan kesenangan dan
kenikmatan, yang sering menjadi dasar bagi pandangan ini adalah (HAM).
3.3 Faktor-faktor
Penyebab Runtuhnya Moralitas Remaja.
Beberapa hari belakangan ini kita
mendengar adanya peristiwa bunuh diri yang terjadi sangat ramai. Entah
kebetulan atau tidak, kebanyakan pelaku bunuh diri adalah para remaja terutama
para wanita. Dan kejadian bunuh diri ini kebanyakan terjadi di beberapa pusat
perbelanjaan dan juga apartemen. Ini semua tidak lepas dari salah pergaulan
yang mereka jalani. Memang tidak dipungkiri bahwa para generasi remaja jaman
sekarang sangat mudah terguncang jiwanya. Mereka begitu rentan terhadap sebuah
kejadian yang terjadi di sekitarnya, yang mengakibatkan mereka mudah depresi.
Baik itu yang berasal dari keluarga ataupun lingkungan sekitarnya. Mungkin hal
ini disebabkan oleh kehidupan generasi muda zaman sekarang yang bebas
dan tidak memiliki aturan. Sehingga mereka dapat bertindak dengan sesuka
hatinya tanpa memperdulikan sekelilingnya yang mungkin saja menggangu orang
lain dan membuat orang lain tersinggung.
Hal ini terjadi disebabkan karena
generasi remaja sekarang dihadapkan kepada problem- problem besar kehidupan
dari akibat pola perteman, persahabatan dan pergaulanya dan kemajuan tekhnologi
bahkan cenderungnya mengarahkan mereka pada pola kehidupan yang selalu berupaya
menghindari kesukaran, mencari, dan memproduksi kemudahan-kemudahan dengan
tawaran pemusatan hasrat, keinginan dan nafsu.
Memang saat ini pembelajaran kepribadian di tingkat
sekolah mulai berkurang. Mereka tidak diajari cara menghadapi tantangan hidup
dengan baik. Hanya pelajaran formal yang diutamakan sehingga moral generasi
sekarang ini semakin jatuh dan melakukan segala sesuatu tidak dipikir dengan
matang. Akibatnya, banyak kejadian yang melanggar norma-norma kehidupan. Mulai
dari bunuh diri, hamil di luar nikah, narkoba dan masih banyak lagi. Bila semua
ini terus terjadi, tidaklah mungkin bila suatu saat nanti negara ini akan
hancur, karena, generasi muda yang kelak menjadi pemimpin bangsa ini memiliki
moral yang buruk. Untuk itu kita sebagai generasi muda yang memiliki pendidikan
harus bersikap yang baik sesuai dengan aturan kehidupan yang ada.
Faktor-Faktor yang
menyebabkan runtuhnya moralitas remaja yaitu:
1. Faktor
keluarga yang paling menentukan terwujudnya moral anak bangsa yang baik adalah
dari orang tua. Banyak orang tua yang tidak peduli kepada anak-anak nya atau
tidak berperilaku adil kepada anak-anak nya. Orang tua terkadang lebih
mengekang anaknya agar menjadi sesuai dengan apa yang diinginkannya.
2. Pentingnya
pendidikan, baik disekolah maupun dimana yang tidak baik adalah timbulnya
ketidakadilan kepada pendidik. Contohnya, guru yang memberikan pertanyaan hanya
kepada orang yang pintar saja sedangkan orang yang kurang pintar tidak
diperhatikan sama-sekali. Ini bisa membuat si kurang pintar menjadi iri dan
tertekan karena si pendidik itu tidak adil terhadap orang yang masih kurang
pintar. Apabila anak dididik tidak baik maka menjadi tidak baik begitu
sebaliknya.
3. Perkembangan
teknologi yang sangat cepat. Teknologi yang semakin modern, memungkinkan
penggunanya untuk dapat mengakses informasi dengan sangat cepat. Sebut saja ada
video mesum terbaru yang beredar di sebuah media atau internet. Maka dengan
bantuan internet, video tersebut dapat tersebar luas dengan hitungan menit
kesemua daerah di seluruh nusantara ini dengan bantuan internet.Dan juga
facebook sebuah media komunikasi yang memiliki banyak dampak bagi pelajar dan
anak bangsa seperti:
· Membuat seseorang menjadi autis
· Kurangnya sosialisasi dengan lingkungan
· Menghamburkan uang
·
Mengganggu kesehatan
·
Berkurangnya waktu belajar
·
Kurangnya perhatian untuk keluarga
·
Tersebarnya data pribadi
·
Mudah menemukan sesuatu berbau pornografi dan sex
·
Rawan terjadinya perselisihan
·
Penipuan dan Lain-lain.
4. Berkurang
nilai-nilai pendidikan moral disetiap jenjang pendidikan formal. Mulai dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan cenderung diarahkan kepada
pencapaian kemampuan kognitif siswa saja.
5. Pola
kolektivitas (paguyuban) dalam masyarakat yang semakin mengerut akibat proses
mondernisasi dan globalisasi. Artinya nilai-nlai sosial dalam kehidupan
bermasyarakat telah berganti dengan semangat indiviualisme sehingga memperlemah
kontrol sosial dalam masyarakat tersebut sehingga penyimpangan mulai marak dan
tinggi intensitasnya.
3.4 Cara untuk memperbaiki moralitas remaja
ditengah arus Globalisasi
Anak remaja pada umumnya, merupakan anak yang sedang
mencari jati dirinya.Yang terkadang melakukan hal-hal yang tidak biasa
dilakukannya. Namun, pada zaman sekarang kebanyakan remaja yang sedang
berkembang melakukan hal-hal yang tidak memiliki moral.Seperti tidak menghargai
orang tuanya dan guru-gurunya disekolah. Namun ini hanya sebagian kecilnya
saja. Padahal, seharusnya seorang anak harus memiliki moral yang baik karena
para pemuda –pemudi ini yang kelak akan menjadi penerus bangsa.Moral yang
harusnya dimiliki anak remaja adalah seperti berikut: berperilaku
baik,melakukan kewajibannya,berbudi pekerti,dll. Namun pada saat ini
moral yang dimiliki anak remaja adalah berperilaku bejat,
bermabuk-mabukan,bermain judi bahkan bermain perempuan. Hal tersebutlah
yang menyatakan bahwa anak remaja telah mengalami kemerosotan akhlak dan
kerusakan moral yang memprihatinkan semua pihak.
Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan
dikembangkan menjadi moral yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif
dalam pembangunan bangsa dan Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup,
semangat yang tinggi dan bertanggungjawab. Potensi mereka yang prospektif,
dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme telah dibuktikan
ketika jaman Pergerakan Nasional, pemuda pelajar telah banyak memberikan
kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan berNegara. Hal itu bisa terwujud
apabila semua potensi mereka dikembangkan dan salah satunya adalah potensi
moral. Oleh karena itu remaja sebagai generasi penerus harus diselamatkan
melalui Pendidikan Nilai Moral. Sehingga harkat dan martabat bangsa bias
terangkat. Kualitas hidup meningkat, dan kesejahteraan serta kenyamanan pun
bisa didapat.
Ada 5 Cara yang harus dilakukan oleh para remaja
maupun para pemuda yaitu:
1. Mari kita
meningkatkan kualitas diri,yakni bagaimana cara kita untuk mencitrakan diri
sebagai seorang pelajar: berupaya
terus menguatkan iman dan kepercayaan masing-masing.
2. Menjadi
cerdas dan bijak dalam menghadapi problem-problem besar.
3. Memperbaiki
system pendidikan yang ada di Indonesia agar menjadi system pendidikan yang
lebih baik lagi.
4. Memperbaiki
keagamaan para remaja Indonesia dengan cara banyak melakukan kegiatan
keagamaan.
5. Menyaring
setiap budaya yang masuk kedalam kehidupan para remaja.
Dilihat dari substansinya, ada empat pendekatan yang
dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai yang komprehensif
terhadap remaja yaitu realiasi nilai, pendidikan watak, pendidikan
kewarganegaraan, dan pendidikan moral. Pendidikan moral merupakan salah satu
pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara
komprehensif. Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang
otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak
konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa
komponen yaitu: pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan
kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Zuchdi,
2003:13).Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai
moral pada remaja menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi,
klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
a) Indoktrinasi
Menurut Kohn
(dalam Dwi Siswoyo, 2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya
dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin
sejak dini melalui interaksi guru dan siswa. Dalam pendekatan ini guru
diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan
konsisten yang ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas secara terus menerus
dan konsisten. Jika anak melanggar maka Ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan
berupa kekerasan.
b)
Klarifikasi
Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara
langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi
siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan
caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar
atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral.
(Dwi Siswoyo (2005:76).
c) Teladan atau
Contoh
Anak-anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal
meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau
contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan
dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat
penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan
ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih
dahulu pada orang tua dan gurunya.
d) Pembiasaan
dalam Perilaku
Kurikulum yang terkait dengan penanaman moral, lebih
banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses
pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah
belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman,
merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya.
Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten, jika anak melanggar segera
diberi peringatan. Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai
moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development,
analysis, klarifikasi nilai, dan action learning.
Ø Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan
nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa
yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif
atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.
Ø Moral development
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa
mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat
nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan
alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan
lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap penalaran moral
siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema moral dengan
diskusi kelompok kecil yang dapat menumbuhkan nilai dan jiwa norma yang
beradab.
Ø .Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan
pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan
nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses
analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka,
serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional
untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode
yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional
terstruktur yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian
prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
Ø Klarifikasi nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa
menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang
dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan
jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa
menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan
personal, nilai-nilai dan pola berikutnya.
Ø Action learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang
kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada
nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai
makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal,
tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam
pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan
klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan,
keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar
pribadi.
3.5 Implementasi Penanaman Nilai Moralitas dan
solusinya
Pendidikan moral tidak hanya
terbatas pada lingkungan sekolah oleh guru saja. Ini dapat dilakukan oleh siapa
saja, kapan saja, dan dimana saja. Tiga lingkungan yang amat kondusif untuk
melaksanakan pendidikan ini, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan,
dan lingkungan masyarakat. Diantara ketiganya, merujuk pada Dobbert dan Winkler
(1985), lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang efektif dan
terpenting. Peran keluarga dalam pendidikan nilai adalah mendukung terjadinya
proses identifikasi, internalisasi, panutan, dan reproduksi langsung dari
nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan
keluarga. Lingkungan keluarga menjadi lahan paling subur untuk menumbuh
kembangkan pendidikan moral. Secara operasional, yang paling perlu diperhatikan
dalam konteks di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran
dalam segenap aspek kehidupan keluarga. Contoh sikap dan perilaku yang baik
oleh orang tua dalam pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi teladan bagi
anak-anaknya. Hal yang tidak kalah penting, pendidikan moral harus dilaksanakan
sejak anak masih kecil dengan jalan membiasakan mereka kepada
peraturan-peraturan dan sifat-sifat yang baik, serta adil. Sifat-sifat tersebut
tidak akan dapat difahami oleh anak-anak, kecuali dengan pengalaman langsung
yang dirasakan akibatnya dan dari contoh orang tua dalam kehidupannya
sehari-hari.
Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat
dalam agama, karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran
sendiri tanpa ada paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama yang
harus ditanamkan sejak kecil. Lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan mental serta moral anak didik. Untuk
itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk
melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan mental, moral sosial
dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas
hendaknya dipertautkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Pendidikan
moral bisa disamakan pengertiannya dengan pendidikan budi pekerti. Pendidikan
moral merupakan pendidikan nilai-nilai luhur yang berakar dari agama,
adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia dalam rangka mengembangkan
kepribadian supaya menjadi manusia yang baik. Secara umum, ruang lingkup
pendidikan moral adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku
sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Di antara nilai-nilai yang perlu
ditanamkan adalah sopan santun, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut,
beriman dan bertakwa, berkemauan keras, bersahaja, bertanggung jawab, bertenggang
rasa, jujur, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya
orang lain, rasa kasih sayang, rasa malu, rasa percaya diri, rela berkorban,
rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, sportif, taat asas, takut
bersalah, tawakal, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet. Jika anggota
masyarakat telah memiliki karakter dengan seperangkat nilai budi pekerti
tersebut, diyakini ia telah menjadi manusia yang baik.
Para pakar meyakini bahwa keluarga adalah lingkungan
pertama dimana jiwa dan raga anak akan mengalami pertumbuhan dan kesempurnaan.
Untuk itulah keluarga memainkan peran yang amat mendasar dalam menciptakan
kesehatan kepribadian anak dan remaja. Tentu saja status sosial dan ekonomi
keluarga di tengah masyarakat berpengaruh pada pola berpikir dan kebiasaan
anak. Dengan demikian, berdasarkan bentuk dan cara interaksi keluarga dan
masyarakat, anak akan memperoleh suasana kehidupan yang lebih baik, atau sebaliknya,
akan memperoleh efek yang buruk darinya. Dalam pendidikan moral secara
konvensional, untuk membentuk moral yang baik dari seseorang, diperlukan
latihan dan praktek yang terus menerus dari individu. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemantapan nilai-nilai moral dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
secara kontinyu, terus menerus dan berkesinambungan.
Moralitas dalam diri seseorang dapat berkembang dari
tingkat yang rendah ke tingkatan yang lebih tinggi seiiring dengan
kedewasaannya. Lawrence Kohlberg (1976) menggambarkan tiga tingkatan moralitas
yang dikaitkan dengan perspektif sosial yang meliputi preconventional,conventional, dan post conventional atau principled. Pada tingkat preconventional (tingkatan moralitas yang paling
rendah)perspektif sosial moralitas seseorang menunjukkan bahwa dirinya
merupakan individu yang kongkrit. Oleh karena itu, perilaku resiprokal sangat
penting bagi orang yang berada dalam tingkat moralitas ini. Dalam tingkatan
moralitas ini kita sering menjumpai perilaku seseorang dengan penalaran
yang menunjukkan perspektif sosial seperti: karena dia menyakiti saya, maka dia
ganti saya sakiti; karena dia mencuri milik saya, maka saya juga berhak mencuri
milik dia; karena orang-orang eksekutif ada yang korupsimengapa saya sebagai
wakil rakyat tidak boleh korupsi, dan lain sebagainya. Pola berpikir moral
seperti ini tentu bisa dilakukan secara kolektif yang kemudian mencerminkan
suatu moralitas bangsa. Pada hakikatnya peraturan adalah untuk kesejahteraan
manusia, ketika dengan peraturan itu manusia tidak sejahtera, maka sebaiknya
peraturan itu yang seharusnya diubah. Dalam tahapan ini alasan moral yang
universal paling dominan. Orang tidak melakukan korupsi bukan karena takut
dengan hukum, dengan jaksa, polisi, dan lain sebagainya, tetapi dia tidak
melakukannya karena korupsi itu memang tidak pantas dilakukan oleh siapapun
karena melanggar prinsip moral seperti kejujuran, mencederai kepercayaan orang
lain, tidak sesuai dengan nurani, harkat, dan martabat kemanusiaan.
Selain keluarga, penanaman nilai moral juga sangat
efektif dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Seluruh anggota keluarga pada
dasarnya adalah anggota dari sebuah kelompok masyarakat. Dengan demikian,
terjadi suasana hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara keluarga
dengan masyarakat. Kumpulan dari keluarga yang berkualitas, akan melahirkan
masyarakat yang berkualitas. Sebaliknya, masyarakat yang berkualitas akan
membentuk dan menguatkan keluarga yang berkualitas. Tidak dapat dipisahkan
antara keluarga dengan masyarakat, kendati tidak bisa didefinisikan dengan
“mana ayam mana telur”. Kedua lembaga ini jelas memiliki keterkaitan yang
sangat kuat dalam memberikan pengaruh satu kepada yang lainnya. Apabila moral
dalam keluarga dan masyarakat berhasil dimantapkan, akan menjadi jawaban ampuh
menghadapi krisis kemanusiaan yang ditimbulkan oleh peradaban modern dan
globalisasi saat ini. Kemajuan Indonesia di masa yang akan datang, bertumpu
kepada keberhasilan melakukan pemantapan moral dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat seluruhnya. Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi mudah
dikejar oleh Indonesia, keterbelakangan ekonomi bisa diatasi dengan berbagai
program yang dirancang para ahli, namun keruntuhan moral merupakan petaka yang
sangat pantas ditangisi. Telah banyak orang pandai, namun tidak memiliki
landasan moral yang memadai. Dampaknya kepandaian yang dimiliki justru menjadi
potensi destruktif yang merugikan bangsa dan negara tercinta. Tentu saja hal
ini merupakan sebuah tantangan berat yang harus dijawab oleh segenap komponen
bangsa. Tidak banyak waktu kita miliki, sebelum krisis kemanusiaan semakin
menjadi-jadi dan berubah menjadi petaka kemanusiaan yang bisa mengubur sejarah
sebuah negara bernama Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pesatnya perkembangan Zaman membuat pergaulan menjadi
bebas, sehingga banyak remaja yang bergaul tanpa batasan dan etika. Contohnya
dalam berpacaran, para remaja berpacaran tidak mempunyai batasan serta etika
sehingga dalam berpacaran lebih banyak dampak negative dibandingkan
dampak positif seperti halnya seks bebas. Seks bebas terjadi karena adanya
beberapa faktor yang mendorong remaja terjerumus pada seks bebas sehingga
banyak remaja yang kehilangan masa-masa remajanya dikarenakan melakukan seks
bebas sehingga terjadilah pernikahan dini ataupun kematian. Kematian ini bisa
terjadi karena melakukan aborsi ataupun bunuh diri karena tidak siapnya
menerima kenyataan (hamil diluar nikah). Arus Globalisasi yang makin pesat
cukup membuat remaja cepat terpengaruh ke ha-hal negative, hal ini dipicu
karena kurangnya control diri remaja dan penanaman norma yang kurang baik
sehingga memungkinkan remaja untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan
dirinya sendiri. Semua kalangan terutama orang tua dan pendidik harus
bekerja-sama dan bekerja keras untuk mendidik dan menanamkan nilai norma
terhadap remaja agar, ancaman dan gangguan dapat di antisipasi dengan baik.
4.2 Saran
Beberapa saran yang perlu diperhatikan adalah:
·
Kepada pihak orang tua, agar memperhatikan dalam
membimbing dan mengarahkan remaja dengan dalam memberikan pandangan yang benar
mengenai persepsi pacaran agar terhindar dari free sex.
·
Kepada generasi muda agar menetapkan tujuan dan arah
hidup yang jelas, belajar lebih mengenal diri sendiri, meningkatkan ke imanan dan
ketakwaannya dengan mengisi kegiatan yang bermanfaat serta bergaul dengan teman
secara benar sehingga dapat terhindar dan terjerumus pada perilaku free sex.
·
Kepada para siswa agar selain belajar juga ikut ambil
bagian dalam kegiatan yang positif dan kreatiff dalam rangka menyalurkan energi
yang berlebih sehingga tidak mengarah pada penyaluran dorongan biologis secara
langsung, misalnya dengan kegiatan keolahragaan, pecinta alam, dan kegiatan-kegiatan
lain yang bersifat mengembangkan potensi dan bakat masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Ajar.2005. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press
Internet. 2009. Makna Globalisasi.http://www.balipost.co.id.(Online
02-02-2009)
http://www.numpuktugas.blogspot.com
http://www.tugaskita.ml
http://www.tugaskita.ml/search/label/Kewirausahaan
MAKALAH WAWASAN SUSIAL BUDAYA DASAR (WSBD) - FREE SEX
Reviewed by https://numpuktugas.blogspot.com/
on
September 18, 2014
Rating:
No comments:
Post a Comment