
Asalamuallaikum guys,. ketemu lagi dengan ane tugasonline.net. sekarang ane mau membahas laporan praktikum lagi, bagi mahasiswa pertanian pasti tidak asing dengan insektisida mikroba, nah dibawah ini laporannya.... cekidoot haha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan manusia akan bahan pangan dan
hortikultura, maka pertanian tradisional di Indonesia mulai berkembang dan
lebih dipuerhatikan lagi perkembangannya. Tanaman pangan merupakan jenis–jenis
tanaman yang mengandung karbohidrat,yang merupakan sumber pangan bagi
manusia,sedangkan tanaman hortikultura merupakan tanaman sayur-sayuran dan
buah-buahan yang mengandung protein (Novizan,
2002).
Pada bubidaya pertanian petani
sering menghadapi suatu masalah besar berupa gangguan hama dan
penyakit serta ketidakseimbangan hara. Beberapa serangan hama dan penyakit,
sering kali menampilkan keragaan yang serupa tapi tak sama dengan
ketidakseimbangan hara. Hama adalahorganisme yang
dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia.
Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah ini
paling sering dipakai hanya kepada hewan.
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman
yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan
yang menyebabkan kerugian (Natawigena,1990).
Hama dari jenis serangga dan
penyakit merupakan kendala yang dihadapi oleh setiap para petani yang selalu
mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian. Hama dan penyakit tersebut merusak bagian
suatu tanaman, sehingga tanaman akan layu dan bahkan mati Dalam kegiatan
pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus
hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme
penyerangan
termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting
agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian. Serangan
hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait
dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang
juga memiliki ciri khas tersendiri (Boror, 1992)
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun
tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
cara aplikasi insektisida mikroba formulasi
kering Metarhizum anisopliae terhadap ulat hongkong.
BAB II
METODOLOGI
PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada
tanggal 18 Mei 2016
di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, pada
pukul 15.00 sampai dengan selesai.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah tisu,
cawan petri, sprayer dan toples. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah jamur Metarhizum anisopliae , ulat hongkong,
aquades dan 0,1 % tween BO.
2.3 Cara
Kerja
Adapun
cara kerja praktikum ini yaitu dimasukan
jamur Metarhizum anisopliae kedalam
beaker glass, lalu ditambahkan 30 ml air aquades dan diaduk. Setelah itu disaring kemudian ditakar
sebanyak 5 ml kemudian dimasukan dalam sprayer. Toples dicuci bersih kemudian
diberi tisu dan basahi tisu tersebut.
Diambil seebanyak 10 ekor ulat hongkong masukan pada cawan petri
kemudian disemprot dengan jamur Metarhizum anisopliae pastikan ulat
tidak terendam kemudian masukan pada toples.
Dilakukan pengamatan selama 15 hari dengan interval 3 hari sekali.
BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMABAHASAN
HASIL PENGAMATAN DAN PEMABAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.2 Pembahasan
No.
|
Hari/Pengamatan ke
|
Keterangan
|
Ciri fisik
|
1.
|
Pengamatan pertama
|
Ulat hidup semua
|
Badan ulat masih terlihat biasa tanpa ada luka fisik
|
2.
|
Pengamatan kedua
|
Dari 10 ulat percobaan terdapat 2 ulat yang mati
|
Kulit badan ulat mengelupas dan kering
|
3.
|
Pengamatan ketiga
|
Jumlah ulat hidup 8 dan jumlah ulat mati 2
|
Terdapat beberapa warna ulat pucat berbeda dengan
yang lain
|
3.2 Pembahasan
Penyebab ulat hongkong mati adalah sudah terjadi
penginfeksian dari jamur Metarizum terhadap
ulat hongkong sehingga ulat hongkong tersebut mengalami gangguan terhadap
proses hidupnya yang lama kelamaan mati.
Jamur Metarizum menginefeksi
dengan memulai pada bagian infektif kulit larva kemudian melakukan perkembangan
konidia dan terjadi penetrasi tabung kecambah dalam kutikula serta melakukan
perbanyakan hifa pada tubuh inang.
Setelah hifa diperbanyak toksik didalam inang diproduksi untuk merusak struktur membrane
sel dan terjadi kematian pada larva tersebut. Jika terdapat beberapa ulat yang tidak mati
hal tersebut disebabkan oleh kebalnya serangga tersebut terhadap jamur Metarizum sehingga jamur parasite tersebut tidak dapat
menyebabkan atau menembus dinding kutikula sehingga tidak terjadi penginfeksian
dari jamur Metarizum kepada serangga
inang (Nyoman, 1998).
Pada pengamatan yang sudah dilakukan,pada pengamatan
pertama serangga tidak memperlihatkan gejala jika serangga tersebut terinfeksi
oleh jamur Metarizum karena pada
tubuh serangga tidak memperlihatkan terjadinya perubahan secara fisik. Pada pengamatan kedua terdapat dua ulat
hongkong yang mati, terdapat ciri ulat tersebut mengalami pengelupasan kulit
dari serangga tersebut. Kulit ulat hongkong kering dan berwarna pucat
kecoklatan, dari hal tersebut diduga kulit ulat hongkong tersebut sudah
ditumbuhi jamur Metarizum kaarena
terlihat terdapat spora berwarna putih kehitaman. Pada pengamatan ketiga tidak terdapat ulat
hongkong yang mati, tetapi ada beberapa ulat hongkong yang mengalami perubahan
warna kulit tubuh ulat tersebut dari ulat yang lain, hal tersebut karena
pengaruh kerja Metarizum yang lambat
dan terjadi penolakan dari antibody ulat hongkong tersebut.
Jamur Metarizum
anisopliae udah banyak dikembangkan di Indonesia untuk mengendalikan hama
pada tanaman kelapa, yaitu hama Oryctes
rhinoceros yang menjadi hama berat pada perkebunan kelapa. Hal ini karena dengan menaburkan Metarhizium
anisopliae secara merata pada sarang O. rhinoceros dengan
kedalaman 25-30 cm sebanyak 15-20 gr/m2 ternyata
dapat mematikan larva O. rhinoceros sebanyak 52%. Dalam hal ini kontak langsung antara
konidia dengan tubuh memegang peranan dalam penularan, karena menghasilkan
patogenisitas terbanyak adalah dengan kontak langsung.Bila larva memakan ransum
yang dicampur dengan M. anisopliae maka tinja yang dikeluarkan
akan mengandung konidia. Hal ini dapat membantu penyebaran M.
anisopliae. Metarhizium anisopliae terbukti cukup aman
terhadap hewan yaitu, tikus sehingga aman utuk digunakan dalam pengendalian
hama secara mikrobiologi. Semakin tinggi pemberian dosis jamur M. anisopliae akan menyebabkan semakin
cepat dan meningkat kematian larva hama O.
rhinoceros. Dosis 20 g jamur per meter persegi sarang sudah cukup untuk
mengendalikan hama O. rhinoceros. Dengan pengendalian mikroba tersebut dapat
dikatakan bahwa pengendalian dengan cara tersebut efektif dan bias diterapkan
langsung di lapangan karena mudah untuk dilakukan ( Pracaya,1993).
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi
insektisida mikroba yaitu dengan cara membuat suspensi Metarhizum anisopliae formulasi
kering kemudian menyemprotkan pada hama sasaran.
2. Penyebab
ulat hongkong tidak mati karena didalam tubuh ulat hongkong terdapat antibody
yang melakukan penolakan/resistensi terhadap jamur Metarhizum
anisopliae sehingga ulat tidak
terinfeksi.
3. Gejala fisik yang terlihat jika ulat hongkong terinfeksi jamur Metarhizum anisopliae adalah kulit tubuh ulat hongkong terkelupas dan
berwarna kecoklatan serta terdapat spora
berwarna putih .
DAFTAR PUSTAKA
Borror, D.J., Charles
A.T., & Norman, F.J.1992. Pengenalan
Pelajaran Serangga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Natawigena. Hidayat. 1990. Pengendalian Hama Terpadu. Armico.Bandung.
Novizan.2002. Membuat
dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nyoman. Ida. 1998. Pengendalian
Hama Terpadu. UGM Press. Yogyakarta.
Pracaya.1993. Hama dan
Penyakit Tanaman. Penebas Swadaya. Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI DENGAN MENGGUNAKAN INSEKTISIDA MIKROBA
Reviewed by https://numpuktugas.blogspot.com/
on
September 25, 2017
Rating:

No comments:
Post a Comment